Ortu Kasus Penganiayaan di Ponpes Nurul Ikhlas, Minta Kasus Cepat Disidangkan

PADANG PANJANG – Kedua orang tua almarhum Rhobi Al Halim, siswa Pondok Pesantren Nurul Ikhlas yang tewas dianiaya 17 temannya, Februari lalu, meminta kasus anaknya segera disidangkan.
“Kami meminta kasus tewasnya anak kami segera dilimpahkan ke pengadilan supaya tuntas perkara ini secepatnya,” kaya Yoserizal alias Pak Jack Alima Padang Panjang, ayah kandung almarhum Rhobi Al Halim menanggapi akan diserahkan berkas perkara anaknya oleh pihak kepolisian kepada kejaksaan pada 29 Juli mendatang.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Padang Panjang AKP Hidup Mulia, SH, MH menyatakan bahwa berkas kasus penganiaan yang menyebabkan tewasnya Rhobi Al Halim Siswa Ponpes Nurul Ikhlas, berkasnya akan diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Padang Panjang 29 Juli mendatang.
Jack Alima mengaku dirinya bersama istri dan kakak adik almarhum serta keluargar besar sempat kecewa dengan lamanya proses penyidikan di tingkat kepolisian. Bahkan mereka sempat putus asa kasus ini tidak akan naik sampai ke pengadilan.
Namun dengan adanya penjelasan dari Kasat reskrim Polres Padang Panjang ini tentang telah selesainya pemberkasan kasus dan akan dilimpahkan ke kejaksaan, Jack Alima berharap berkas tersebut bisa lebih cepat lagi diserahkan jaksa kepada pengadilan.
“Kami berharap pihak Pengadilan Negeri Padang Panjang secepatnya pula dapat menyidangkan kasus ini, supaya siapa saja yang terlibat dalam kasus ini dapat hukuman yang setimpal,” ujar Jack.
Selama kasus hukum anaknya belum selesai, Jack mengaku bahwa dirinya dan istri serta keluarga belum bisa tenang menjalankan kehidupan. Meski secara agama mereka sudah bisa menerima kematian Alm Rhobi sebagai takdir dari Allah SWT.
“Namun secara hukum kami tetap meminta kasus penganiayaan ini secepatnya dilimpahkan ke pengadilan. Itu permintaan kami kepada aparat hukum yang menangani kasus ini,”kata Jack yang didampingi istrinya, Maiferi Silawati kepada Kabarpolisi.com, kemarin.
Seperti diberitakan Kabarpolisi.com, Selasa (16/7), kasus tewasnya Siswa Ponpes Nurul Ikhlas Padang Panjang, kata Kasat Reskrim Polresta Padang Panjang AKP hidup Mulia, SH, MH sudah dinyatakan lengkap alias 21 dan siap dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Padang Panjang.
“Sudah ada kesepakatan dengan jaksa. Kasus ini kita limpahkan pada 29 juli ini ke kejaksaan,” kata Kasat Reskrim Polres Padang Panjang, AKP hidup Mulia, SH, MH kepada Kabarpolisi.com, Selasa (16/7) petang.
Menurut AKP Hidup Mulia jumlah tersangka yang diajukan adalah sebanyak 17 orang yang merupakan teman satu pondok almarhum.
Selain itu, jelas AKP Hidup Mulia, pihaknya juga akan melimpahkan berkas Robi Al Halim tahap II yakni melibatkan dua nama pelaku lain, yang sebelumnya tidak masuk dalam berkas P21 yang akan dilimpahkan.
“Soal siapa nama tersangka baru ini dan apa keterlibatannya dalam terbunuh alm Robi Al Halim, nanti saya jelaskan setelah berkas pertama sampai ke tangan pihak jaksa,” ujar AKP Hidup Mulia mengakhiri.
Tewas dikeroyok teman
Sebagai diberitakan sebelumnya. Rhobi Al Halim tewas setelah dianiaya 17 siswa Pondok Nurul Ikhlas Padang Panjang. Ia merupakan santri di Pondok Pesantren Modern (PMT) Nurul Ikhlas Padang Panjang.
“Korban tak sadarkan diri setelah dikeroyok rekan-rekannya sesama santri. Begitu laporan sementara yang kita peroleh,” kata Kapolsek X Koto, AKP. Rita Sunarya kepada Detikcom, Rabu (13/2/2019).
Menurut Rita, pihaknya menerima laporan dari orang tua korban pada Selasa (12/2/2019). Peristiwanya sendiri terjadi pada Minggu (11/2/2019) malam. Namun baru diketahui keluarga keesokan hari, setelah didapati anaknya sudah berada di rumah sakit setempat.
Korban sempat dirawat intensif di Ruang Observasi Intensif (ROI) RSUP M.Djamil Padang. Diagnosa awal, pasien mengalami gangguan pada bagian kepala dengan tingkat kesadaran 6 persen. Pasien diduga kuat mengalami geger otak dan mengalami Trauma Thoraks atau cedera di bagian dada.
Dalam laporan medis yang diterima pihak keluarga, diperkirakan lebih dari 20 orang yang melakukan penganiayaan.
“Anak saya mengalami koma. Hampir seluruh bagian tubuhnya patah dan retak-retak. Paru-parunya juga bocor,” kata orang tua korban, Yoserizal kepada Detikcom di RSUP M.Djamil Padang, Rabu (13/2/2019).
Penganiayaan itu, kata Kapolsek, dipicu oleh kasus kehilangan barang-barang di dalam asrama.
Beberapa kali terjadi kehilangan barang di asrama. Yang terakhir ada Handphone santri yang hilang. Sepertinya, korban dituduh sebagai orang yang bertanggungjawab, sehingga terjadi penganiayaan.
Kasat Reskrim Polres Padang Panjang, Iptu.Pol.Kalbert Jonaidi mengatakan, korban dianiaya rekan-rekannya secara bergantian di dalam asrama Pondok (Pesantren).
“Sudah dikeroyok sejak hari Kamis, Jumat, Minggu. (Itu) dilakukan ketika malam hari dan orang yang terlibat bergantian. Ada santri yang ikut sejak awal dan ada yang hanya ikut (pengeroyokan) dalam satu hari saja,” ujar Kalbert kepada wartawan, Kamis (14/2/2019).
“Dari hasil gelar perkara nanti akan terungkap status para saksi. Secepatnya juga akan dilakukan rekonstruksi untuk mencari tahu peran dari masing-masing santri dalam pengeroyokan,” tambah dia.
Setelah dilakukan pemeriksaan akhirnya Polisi menetapkan 17 orang sebagai tersangka. Ke-17 tersangka merupakan rekan korban di asrama.
“Dari hasil gelar perkara, penyidik sampai pada kesimpulan untuk menetapkan ke-17 anak tersebut sebagai anak pelaku. Anak pelaku merupakan sebutan lain bagi tersangka dalam kasus yang melibatkan anak-anak, karena kita berpedoman pada UU Perlindungan Anak,” kata Kasat Reskrim Polres Padang Panjang, Iptu.Pol.Kalbert Jonaidi kepada Detikcom, Jumat (15/2/2019)
Menurut Kalbert, proses pemeriksaan juga akan berkoordinasi dengan Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (TP2TPA) Kabupaten Tanah Datar, karena lokasi Pondok Pesantren berada di wilayah Tanah Datar.
Ia menjelaskan, ada 19 orang santri yang diduga terlibat dan terkait kasus tersebut. Namun hanya 17 yang bisa langsung ditetapkan sebagai anak pelaku, sementara dua lainnya masih berstatus sebagai saksi.
“Setelah dilakukan pra-rekonstruksi dan pemeriksaan saksi-saksi ditetapkan hanya 17 santri. Sedangkan 2 lagi akan ditindaklanjuti dan pemeriksaan lainnya bagaimana sebenarnya (peran),” katanya.
Meskipun sudah ditetapkan jadi tersangka tetapi ke 17 santri tersebut tidak ditahan. Pihak Yayasan bersama seluruh pihak terkait, termasuk orang tua bersedia menjadi penjamin.
Atas dasar itu orang tua korban dan keluarganya melakukan unjukrasa ke Mapolda Sumba, Kajati Sumbar dan DPRD Sumbar selama dua hari, Selasa dan Rabu ini. Mereka meminta Polda dan Kajati Sumbar mengambilalih kasus ini. Sebab ada dugaan keterlibatan orang penting yang dapat mempengaruhi independensi kopolisian dalam menangani kasus ini.
Tetapi saat hal ini dikonfirmasikan kepada Kasat Reskrim Pol Padang Panjang IPTU. Pol. Kalbert Jonaidi secara tegas membantah sinyalemen itu.
“Buktinya kami sudah menyerahkan berkas hasil pemeriksaan kepada kejaksaan Padang Panjang,”. Kata Kalbert (awe)