Kapolda Sumbar Irjen Fakhrizal: Pengabdian Tiada Batas Demi Ranah Minang

Oleh: Novrianto
Payakumbuhpos.com – Tiga tahun lebih menjabat orang nomor 1 di Kepolisian Republik Indonesia Daerah Sumatera Barat, Irjen Fakhrizal tanpa “cedera”, namun ada apa maka Kapolri mengantinya di saat Pilkada serentak akan digelar?
Kapolda ninik mamak, tokoh masyarakat dan juga idola banyak orang itu, tidak pernah memimpin Kepolisian dengan kekerasan, selalu memimpin dengam penuh perasaan dan ketegasan dalam bertindak serta bertingkah laku.
Fakhrizal tidak tinggi hati, dan jauh dari kata-kata sombong apalagi pongah, wajar kalau orang-orang yang berambisi dalam meraih kursi kekuasaan politik selalu berusaha menjatuhkannya, bahkan orang-orang ‘haus kuasa” melakukan berbagai cara untuk bisa melemahkan gerakan pengayoman pada masyarakat.
Turunnya Fakhrizal ke daerah-daerah dianggap para politiisi dari gerakan kampanye, padahal apa yang dilakukannya tidak lain merupakan fungsi utama Kepolisian yakni sebagai sosok pembina Kamtibmas.
Bagi Fakhrizal jabatan adalah amanah yang tidak perlu dikejar-kejar, jika sudah diamanahkan wajib untuk dijalankan sepenuh hati, meskipun efek buruk akan menimpa seperti saat ini.
Digantinya Fakhrizal sebagai Kapolda Sumbar merupakan efek dari pengabdian tulus dari jabatan yang diembannya, sehingga politisi berusaha menjatuhkannya dan melumpuhkan pengabdian selama ini.
Kapolda tanpa cedera itu menyadari semuanya, namun ‘haram’ baginya berhenti memberikan perhatian pada masyarakat, karena pengabdiannya pada negara lain tidak bermuara pada kepentingan masyarakat.
Jika institusi Polri tidak lagi mempercayainya sebagi pimpinan, mayoritas masyarakat membutuhkannya untuk memimpin institusi rakyat, yakni kepala daerah.
Penggantian Fakhrizal dianggap banyak orang amat tendensi, penuh tekanan dan intrik, padahal ia sosok akuntable serta bertanggung jawab.
Dia dikepung para politisi yang hanya butuh kekuasan tapi jauh dari pengabdian, karena dia sosok pengabdi bukan penguasa, pengayom bukan penekan, ninik mamak bukan serakah, wajar kalau para politisi berebut “membunuh” gerakannya.
(sumber; Tribun Sumbar)