BERITA UTAMA

Gelar Rakercab MPC PP Jakarta Selatan Siap Berkolaborasi dengan Semua Lapisan Masyarakat

JAKARTA - Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Jakarta Selatan menggelar Rapat Kerja Cabang (Rakercab) di Gedung BPMP DKI Jakarta...
BERITA UTAMA

KPU Limapuluh Kota Selenggarakan Rakor Persiapan Pemilihan Pilkada Serentak 2024

LIMAPULUH KOTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Limapuluh Kota Selenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) persiapan Pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur serta...
BERITA UTAMA

Dapat Nomor Cantik Angka 1, Deni – Riko Singgung Percepatan Pembangunan

Limapuluh Kota - Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Limapuluh Kota, Deni Asra-Riko Febrianto bersyukur benar, mendapat nomor urut 1...
BERITA UTAMA

Dapat Nomor Urut Dua, H.Almaisyar-Joni Hendri Sebut itu Nomor Kemenangan

Payakumbuh - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Payakumbuh gelar Pengundian dan Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota...
BERITA UTAMA

Alumni ESGAPA ’93 Sepakat Antarkan Joni Hendri Jadi Wakil Walikota Payakumbuh

Sahabat bukan tentang siapa dia, kapan kenal dia, bagaimana rupa dia. Tapi sahabat adalah dia yang senantiasa memberi kita dukungan...

HISTORY DI BALIK CERITA NAGARI SERIBU MENHIR

Oleh: Susi Infonila

+Nagari Seribu Mmenhir- Hamparan bukit hijau terlihat indah dengan deretan pepohonan yang berjejer rapi. Di sepanjang perjalanan, kita akan disuguhi oleh pemandangan alam yang menawan di lingkari perbukitan. Untuk mencapai lokasi, tidaklah begitu sulit, bisa menggunakan alat transportasi seperti mobil maupun sepeda motor. Melalui jalan menurun lebih kurang 45 km dari pusat Kota Payakumbuh, terdapat sebuah negeri yang menyimpan peradaban kuno, keajaiban budaya, dan kekayaan sejarah yang tak ternilai harganya, yaitu Nagari Maek, Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat.

Nagari Maek adalah sebuah lembah seluas 22 hektar di kelilingi perbukitan. Sebagian besar, dijadikan perkebunan masyarakat mulai dari karet, gambir, cokelat, serta durian, sedangkan dataran rendahnya, menjadi persawahan dan pemukiman masyarakat.

Selain memiliki keindahan alam, Nagari Maek juga sangat terkenal dengan julukan “Nagari Seribu Menhir.” Hal ini disebabkan karena, Nagari Maek memiliki menhir terbanyak di Kabupaten Limapuluh Kota. Menhir-menhir ini diperkirakan berasal dari 2000-6000 tahun sebelum Masehi yang telah berusia mencapai ribuan tahun. Keberadaan menhir Nagari Maek, menjadi bukti nyata tentang keberadaan nenek moyang orang Minangkabau pada zaman prasejarah, dan situs peninggalan kepurbakalaan dan peradaban ini, dapat dijadikan sebagai objek wisata budaya dan penelitian. Menhir-menhir ini menjadi peninggalan budaya megalitik yang menjadi bagian penting dari sejarah Sumatera Barat.
Nagari Maek terdiri dari 12 Jorong . Masing-masing jorong, memiliki kompleks menhir tersendiri. Namun, dari 12 jorong baru 3 tempat yang dilindungi dan dilestarikan oleh pemerintah dan masyarakat. Tiga tempat itu adalah berada di Bawah Parit, kemudian di Koto Gadang, dan di Ronah.

Menurut KBBI, menhir adalah batu besar seperti tiang atau tugu, yang ditegakkan di atas tanah, yang memiliki fungsi religius sebagai tanda peringatan dan lambang untuk memuja arwah nenek moyang.

Para ahli mengatakan bahwa, menhir merupakan salah satu peninggalan sejarah pada zaman megalitikum. Mereka berpendapat, dilihat dari segi ciri-cirinya menhir terbuat dari batu kasar yang menyerupai tiang atau tugu. Tingginya ada yang mencapai puluhan meter dengan tujuan, dari ketinggian akan mudah melakukan pemujaan arwah. Katanya, “Menhir disebut juga kuburan atau nisan.”

Bagian bawah menhir cenderung melebar dan bagian atas membengkok yang mengarah pada tempat-tempat yang tinggi seperti bukit dan gunung. Orang-orang dahulu meyakini di sanalah berdiamnya arwah nenek moyang mereka. Uniknya, menhir yang ada di Nagari Maek ini semuanya menghadap ke Gunung Sago. Menurut Masyarakat setempat, alasan semua menhir menghadap ke Gunung Sago dikarenakan memang Gunung Sago merupakan gunung tertinggi di Luak Limapuluh.

Selain untuk pemujaan arwah nenek moyang, salah satu aspek yang paling membingungkan dari seribu menhir adalah fungsinya. Beberapa teori menyatakan bahwa menhir digunakan untuk tujuan astronomi, digunakan oleh peradaban kuno untuk mengamati gerak bintang dan planet. Teori lain juga mengatakan bahwa, menhir-menhir ini adalah tempat ibadah atau titik energi spiritual yang penting pada masa prasejarah.
Adapun bentuk motif yang terdapat pada menhir adalah sebagai berikut:
Motif hias Kaluak Paku/Pakis.

1. Motif Paku atau pakis adalah sejenis sayuran yang berwarna hijau, permukaan yang lembut dan daunnya menggulung ke dalam. Maknanya adalah melambangkan sifat kelemahlembutan dalam mendidik keponakan serta selalu memperhatikan kekurangan diri sendiri sebelum menilai kesalahan orang lain.

2. Motif Pucuak Rabuang/Pucuk Rebung
Rebung adalah sejenis sayuran berasal dari pohon bambu yang masih muda.
Maknanya adalah hidup harus berguna bagi orang lain baik pada usia muda maupun
sudah tua

3. Motif Tali Pilin Duo/Tali Pilin Dua
Adalah saling menguntungkan dalam kebaikan seseorang dengan orang lain
Motif-motif di atas, memiliki makna bahwa dari bentuk setiap menhir adalah sebagai batu nisan atau kuburan, tempat pemujaan roh nenek moyang yang masih menganut aliran Animisme (kepercayaan kepada makhluk halus dan roh).

Selain memiliki motif, menhir juga memiliki bentuk bermacam-macam diantaranya, bentuk kepala binatang, tanduk, dan pedang. Bentuk-bentuk ini dihiasi dengan ukiran-ukiran indah yang tulisannya hanya bisa dipahami oleh ahli Sejarah.

Pada tahun 1985, menhir di Nagari Maek jumlahnya lebih dari 4000 dan banyak tersebar. Namun, karena masyarakat tidak tahu itu batu apa maka sebagian besar sudah dihancurkan. Sebagian masyarakat menggunakannya untuk keperluan bahan bangunan atau pondasi, ada juga yang memakai untuk tempat duduk-duduk santai, dan lain-lain.

Saat ini situs menhir terbanyak berada di Bawah Parit sekitar 354 menhir kemudian di Koto Gadang 100 menhir dan di Ronah sekitar 50-an menhir. Semua menhir itu menghadap ke Gunung Sago.
Nagari Maek telah lama menjadi titik fokus para sejarawan dan arkeolog. Menurut para peneliti yang pernah melakukan penelitian ke Nagari Maek mengatakan bahwa, Nagari Maek adalah peradaban pertama di Indonesia. Tersembunyi di tengah hutan lebat. Nagari ini dipercaya memiliki rahasia yang belum terungkap sepenuhnya tentang peradaban kuno yang pernah bersemi di wilayah itu.

Banyak pendapat dan perdebatan tentang sejarah terbentuknya Nagari Maek. Salah satunya  yaitu bahwa Nagari Maek pada zaman dahulu merupakan sebuah lautan luas yang sekarang menjadi daratan. Selain itu, ada juga yang mengatakan Nagari Maek berasal dari bangsa India yang pada suatu ketika Bangsa India menempuh perjalanan menuju Aceh. Setelah sampai ke Aceh, mereka melalui sungai Batang Kampar mengikuti aliran sungai Batang Kampar  tersebut dengan meyusuri arah aliran menju ke hulu sungai. 

Kemudian mereka mencari tempat berlindung untuk mereka tempati. Selama perjalanan, mereka menemukan sungai yang penuh dengan ikan. Hal ini dibuktikan dengan apapun yang dibuang ke sungai selalu dimakan ikan, itulah sebabnya mereka menyebut ikan ini “Maek” yang artinya “serakah” dalam bahasa Tamil. Mereka kemudian menduduki daerah di sekitar sungai ini, yang kemudian menjadi Kenagarian Maek. Sehingga Nagari Maek terdapat tiga aliran sungai yaitu Sungai Batang Mahat, Sungai Batang Pinawan, dan Sungai Batang Nenan.
Nagari Maek terdapat juga reruntuhan bangunan kuno yang masih menyimpan misteri. Dinding-dinding batu yang megah dan fondasi bangunan yang kokoh menjadi saksi bisu dari masa lalu yang gemilang. Para ahli mencoba mengungkap rahasia di balik bangunan-bangunan tersebut, mencari petunjuk tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan agama masyarakat yang pernah mendiami wilayah ini. Salah satu fitur rahasia yang menarik perhatian para peneliti adalah kompleks makam yang tersebar di sekitar nagari. 

Tentang sejarah adat, terdapat Rajo Adat dan Rajo Ibadat. Adapun sejarah Rajo Adat dan Rajo Ibadat yang ada di Maek sekarang ini adalah dahulunya datang dari Batu Sangkar yang mengutus dua buah raja di Maek yaitu Raja Adat dengan gelar Dt. Bandara atau Dt. Inyiak, sedangkan Rajo Ibadat dengan gelar Dt. Rajo Dirajo. Dari 2 orang Rajo ini membawahi 6 Pucuak Suku/Koto yakni Suku Piliang,Suku Melayu, Suku Domo, Suku Mandahiliang, Suku Pitopang dan Suku Kampai.

Pada tahun 2016, Nagari Maek menjadi daerah tujuan wisata bagi masyarakat. Terutama masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota. Tak jarang juga, banyak ahli-ahli dari luar negara berdatangan ke Nagari Maek. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional pernah melakukan penggalian di beberapa menhir di Maek pada tahun 1984 hingga 1986. Dalam penggalian tersebut, ditemukan kerangka manusia di beberapa menhir, yang menunjukkan bahwa menhir di Maek kemungkinan digunakan sebagai tanda kubur. Keberadaan Menhir Maek menjadi bukti keberadaan nenek moyang orang Minangkabau pada zaman prasejarah. Keaslian menhir-menhir ini telah terjaga hingga saat ini, dan menjadi daya tarik bagi para pengunjung yang tertarik dengan sejarah dan budaya prasejarah.

Keberadaan “Nagari Seribu Menhir” sudah diketahui banyak orang. Tempat ini menjadi destinasi wisata, baik bagi masyarakat lokal maupun wisatawan.
Selama lebih kurang 2 jam perjalanan dari pusat kota Payakumbuh, sampailah kita di lokasi yaitu Jorong Koto Tinggi Nagari Maek. Untuk masuk ke lokasi menhir, sangatlah mudah karena letaknya cukup strategis. Di sebuah lapangan sunyi, angin berhembus sepoi-sepoi menjelang siang. Dedaunan pohon karet dan pinang di sekeliling lapangan pun bergoyang-goyang. Hembusan angin meredam panasnya sinar terik matahari. Ratusan batu berdiri tegak dan kokoh, membentuk gugusan di lapangan seluas sekitar setengah hektar di tengah kebun karet dan pinang. Dan dipagari kawat. Menhir-menhir ini memiliki panorama yang indah dan asri, dikelilingi oleh bukit-bukit yang memperkuat kesan mistis dan misterius. Para pengunjung bisa langsung masuk untuk melihat dan memegang menhir dari arah dekat. Setiap menhir ada yang memiliki tinggi mencapai puluhan meter dengan ukiran-ukiran rumit yang memperindah permukaannya. Beberapa ukiran terlihat seperti simbol atau lambang. Di lokasi ini, terdapat ratusan menhir yang berdiri kokoh dan kuat walau sudah ratusan tahun. Sungguh sebuah keajaiban sebagai bukti bahwa Nagari Maek kaya akan budaya.

Selain itu, di lokasi menhir kita juga bisa berswafoto. Berbagai akting dan gaya diatur sedemikian rupa. Ada yang bersandar di dekat menhir, ada yang berdiri mengelilingi menhir, dan ada yang hanya duduk-duduk santai di sela-sela menhir ditemani rumput-rumput hijau, dan masih banyak akting lainnya.
Sungguh keajaiban yang luar biasa. Rasa kagum bercampur haru datang tiba-tiba. Muncul diingatan seketika bermacam tanda tanya. “Kuburan siapakah ini?, siapakah yang ada dalam kuburan ini?, dan dari manakah asalnya batu-batu sebesar ini?” Bisikku dalam hati. Suatu pertanyaan yang tidak bisa dilupakan, tapi butuh jawaban. Sungguh misteri yang belum terpecahkan.

Sontak aku tersadar, ingatanku kembali normal. Dari jumlah sebanyak itu artinya ada banyak manusia yang telah dikuburkan di daerah ini. Dan dapat disimpulkan, Maek dahulunya merupakan peradaban besar yang ada sebelum tahun masehi.
Dengan demikian, sebagai pewaris budaya hendaknya artefak menhir yang ada tetap dijaga dan dirawat. Dengan menjaga dan merawat peninggalan sejarah berarti kita adalah seorang yang telah melestarikan budaya. Peninggalan-peninggalan nenek moyang merupakan aset penting bagi pemerintah. Menjadi kebanggaan bangsa di mata dunia. Kita bangga memiliki keajaiban budaya dan kekayaan sejarah.
Bagi pemerintah setempat, demi kekayaan budaya tetap menjadi objek destinasi wisata agar dilakukan pemugaran dan kebersihan sekitar menhir supaya tetap terlihat indah. Di samping itu, juga melengkapi fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan para pengunjung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *